Definisi
SARA
SARA adalah singkatan dari Suku Agama Ras dan
Anatomi / Antar golongan.
Sara merupakan tindakan diskriminatif yang menyangkut Suku,Agama,Ras Anatomi dan Antar Golongan.
Diskriminasi sendiri dibagi menjadi 2 yaitu:
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
Suatu realitas yang tak terbantahkan bahwa tidak satu negara pun di dunia yang memiliki identitas nasional yang tunggal. Tidak ada negara yang dihuni hanya oleh satu suku bangsa. Negara mana oun di dunia sekarang selalu didukung oleh pluralitas penduduk dari segi etinik. Implikasi dari pluralitas etnik adalah lahirnya pluralitas dalam aspek budaya , bahasa, agama , bahkan kelas sosial dalam satu negara. Lebih – lebih Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang tersebar di Nusantara dan memiliki ratusan etnik. Di sisi lain , karakteristik pluralitas Indonesia adalah kompleksitasnya di dalam hal etnik dan agama. Di Indonesia terdapat tidak hanya puluhan etrnis , melainkan ratusan etnis dengan bahasa dan budayanya masing-masing yang satu dengan lainnya berbeda. Selain itu, berbagai etnik itu pada umumnya menganut agama masing-masin yang satu dengan yang lainnya berbeda.
Sara merupakan tindakan diskriminatif yang menyangkut Suku,Agama,Ras Anatomi dan Antar Golongan.
Diskriminasi sendiri dibagi menjadi 2 yaitu:
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
Suatu realitas yang tak terbantahkan bahwa tidak satu negara pun di dunia yang memiliki identitas nasional yang tunggal. Tidak ada negara yang dihuni hanya oleh satu suku bangsa. Negara mana oun di dunia sekarang selalu didukung oleh pluralitas penduduk dari segi etinik. Implikasi dari pluralitas etnik adalah lahirnya pluralitas dalam aspek budaya , bahasa, agama , bahkan kelas sosial dalam satu negara. Lebih – lebih Indonesia yang terdiri atas ribuan pulau yang tersebar di Nusantara dan memiliki ratusan etnik. Di sisi lain , karakteristik pluralitas Indonesia adalah kompleksitasnya di dalam hal etnik dan agama. Di Indonesia terdapat tidak hanya puluhan etrnis , melainkan ratusan etnis dengan bahasa dan budayanya masing-masing yang satu dengan lainnya berbeda. Selain itu, berbagai etnik itu pada umumnya menganut agama masing-masin yang satu dengan yang lainnya berbeda.
Di Indonesia terdapat banyak sekali agama yang di
akui oleh negara yaitu :
Islam,Kristen,Katolik,Hindu,Budha dan Kong Hu Cu.
Karena Bhineka Tunggal Ika terasa pas dengan kondidi bangsa Indonesia yang
denikian majemuk dan hoterogen.
Dengan pluralitas komponen bangsa Indonesia itu, di
satu sisi kita dapat menghimpun dan mengembangkan berbagai potensi bangsa yang
ada. Pluralitas budaya yang ada di tanah air misalnya, merupakan kekayaan yang
tiada tara dan harus disyukuri. Namun, di sisi lain pluralitas tradisi dan
agama, mudah sekali menimbulkan gesekan antarberbagai kelompok komunal, yang
pada gilirannya akan dapat memunculkan kekerasan sosial.
Lebih jauh, pluralitas bangsa Indonesia itu ternyata
sangat rentan terhadap tindak kekerasan akibat konflik sosial terutama
antar-etnik dan antar-agama, di samping antarkelas dan antar-golongan, yang
dalam pembinaan politik di Indonesia pada zaman orde baru lazim disebut dengan
SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan).
Konflik
dan Komponennya
Seperti halnya istilah lain, pengertian konflik
beraneka ragam yang dikemukakan para pakar. Umumnya, perbedaan pengertian itu
muncul sebagai akibat adanya perbedaan fokus atau penekanan. Coser (1956)
misalnya, menekankan aspek perilaku konflik. Fokus terhadap perilaku konflik
itu sangat populer di kalangan peneliti konflik dan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan Boulding (1962) lebih memfokuskan pada situasi yang melatari konflik,
seperti persaingan dan ketidakselarasan (incompatibility). Lain lagi
dengan definisi Kriesberg (1982) yang lebih menekankan pada keyakinan (belief)
dengan anggapan bahwa konflik terjadi jika pihak-pihak meyakini tujuan mereka
bertentangan satu dengan lainnya. Adapun Pruitt dan Rubin (1986) menekankan
pada persepsi dan keyakinan mengenai ketidakselarasan kepentingan (seperti
nilai dan kebutuhan) dan aspirasi (tujuan dan tolok ukur) (dalam Panggabean,
1998: 9). Beberapa definisi sekitar konflik di atas perlu diperhatikan
mengingat masing-masing definisi itu menekankan dimensi tertentu dalam konflik.
Dari empat definisi konflik di atas tercakup tiga komponen pokok konflik yang
dapat dicermati, yakni:
(1)Kondisi yang mendahului konflik
(2)Perilaku konflik dan
(3) Aspek-aspek kognetif dan afektif konflik.
Ketiga komponen utama konflik tersebut selanjutnya
juga penting diperhatikan dalam kerangka menganalisis konflik. Dalam arti
ketika kita menganalisis fenomena atau peristiwa
konflik tertentu. Konflik merupakan bagian dari
suatu kehidupan di dunia yang kadang tidak dapat dihindari. Konflik umumnya
bersifat negatif, karena ada kecenderungan antara pihak-pihak yang terlibat
konfilk saling bertentangan dan berusaha untuk saling meniadakan atau
melenyapkan. Dalam hal ini yang bertentangan dianggap sebagai lawan atau musuh.
Di sinilah letak perbedaan konflik dengan rivalitas atau persaingan. Meskipun
dalam rivalitas terdapat kecenderungan untuk mengalahkan, namun tidak mengarah
pada saling meniadakan saingan atau kompetitor. Saingan atau tidak dianggap
musuh yang harus dilenyapkan. Untuk memahami lebih dalam mengenai konflik
sosial, cobalah kerjakan aktivitas berikut ini.
Menurut Minnery, mendefinisikan konflik sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan di mana setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan terhadap tindakan tersebut (Minnery 1985, hal 35). Dalam sosiologi konflik disebut juga pertikaian atau pertentangan. Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang secara negatif. Hal ini berarti satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau berusaha menyingkirkan pihak lainnya. Dengan kata lain, pertikaian merupakan usaha penghapusan keberadaan pihak lain. Pengertian ini senada dengan pendapat Soedjono. Menurut Soedjono (2002:158), pertikaian adalah suatu bentuk interaksi sosial di mana pihak yang satu berusaha menjatuhkan pihak yang lain atau berusaha mengenyahkan rivalnya. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (1989:86), pertentangan atau pertikaian atau konflik adalah suatu proses yang dilakukan orang atau kelompok manusia guna memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman dan kekerasan. Oleh karena itu, konflik diidentikkan dengan tindak kekerasan. Konflik dapat pula diartikan sebagai suatu perjuangan memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, otoritas, dan sebagainya gunamemperolehkeuntungan.Oleh karena itu setiap pihak yang berkonflik berusaha menundukkan saingannya dengan menggunakan segala kemampuan yang dimiliki agar dapat memenangkan konflik tersebut. Tindak kekerasan dianggap tindakan yang tepat dalam mendukung individu mencapai tujuannya.
Menurut Minnery, mendefinisikan konflik sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan di mana setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan terhadap tindakan tersebut (Minnery 1985, hal 35). Dalam sosiologi konflik disebut juga pertikaian atau pertentangan. Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang secara negatif. Hal ini berarti satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau berusaha menyingkirkan pihak lainnya. Dengan kata lain, pertikaian merupakan usaha penghapusan keberadaan pihak lain. Pengertian ini senada dengan pendapat Soedjono. Menurut Soedjono (2002:158), pertikaian adalah suatu bentuk interaksi sosial di mana pihak yang satu berusaha menjatuhkan pihak yang lain atau berusaha mengenyahkan rivalnya. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (1989:86), pertentangan atau pertikaian atau konflik adalah suatu proses yang dilakukan orang atau kelompok manusia guna memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai ancaman dan kekerasan. Oleh karena itu, konflik diidentikkan dengan tindak kekerasan. Konflik dapat pula diartikan sebagai suatu perjuangan memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, otoritas, dan sebagainya gunamemperolehkeuntungan.Oleh karena itu setiap pihak yang berkonflik berusaha menundukkan saingannya dengan menggunakan segala kemampuan yang dimiliki agar dapat memenangkan konflik tersebut. Tindak kekerasan dianggap tindakan yang tepat dalam mendukung individu mencapai tujuannya.
Contoh Kasus :
KERUSUHAN POSO
Pada tahun 1998, terjadi kerusuhan di kabupaten
Poso, Sulawesi tengah, Indonesia. Kerusuhan ini dikenal dengan sebutan
kerusuhan Poso. Kerusuhan poso berpusat pada masalah tempat pertikaian antara
umat Islam dan Kristen.
Kasus Poso berlangsung hampir dua tahun yaitu sejak
Desember 1998 sampai Juni 2000 dan terbagi atas tiga bagian, masing-masing
kerusuhan jilid I (25 – 29 Desember 1998) jilid II ( 17-21 April 2000) dan
jilid III (16 Mei – 15 Juni 2000) serta telah menelan korban tewas hampir 300
jiwa, ratusan orang tak diketahui nasibnya.
Akan tetapi, sampai akhir tahun 2005, kekerasan
masih terjadi di Kabupaten Poso antara lain persitiwa pemenggalan kepala siswa
sekolah menengah atas, juga sebelumnya terjadi ledakan bom. Kekerasan dan
pembunuhan tampaknya belum berhenti dari bumi Sintuwu Maroso[1] (Poso). Berbagai tindakan itu telah menambah
daftar panjang korban kekerasan yang telah terjadi sejak pecah konflik tahun
1998. Pada tahun 2001, tepatnya 20 Desember, Deklarasi Malino[2] yang bertujuan
untuk memadamkan pertikaian antara umat islam dan kristen telah ditandatangani
oleh kedua belah pihak dan diinisiasi oleh Jusuf Kalla dan Susilo Bambang
Yudhoyono.
1.1 Deskripsi
Poso
Poso merupakan salah satu Kabupaten dari 8 daerah
tingkat II Provinsi Sulawesi Tengah, dengan luas wilayah sekitar 7.897 km2,
terdiri atas 18 Kecamatan. Pada tahun 2009, penduduk Kabupaten Poso berjumlah
209.032 jiwa[3]. Beberapa suku asli
mendiami kawasan ini, antara lain suku Pamona, Lore, Mori, Bungku, dan
Tojo/Una-una. Suku-suku pendatang dalam jumlah besar berasal dari Sulawesi
Selatan (Bugis, Makasar, dan Toraja) dan Sulawesi Utara (Gorontalo dan
Minahasa), di samping puluhan ribu pendatang yang secara terencana didatangkan
Pemerintah melalui program transmigrasi dari Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Di kalangan suku-suku asli, orang Pamona, Lore, dan
Mori dikenal sebagai penganut agama Kristen (umumnya Protestan). Sementara
orang Ampana dan Tojo/Una-una dikenal sebagai penganut Islam. Kaum pendatang,
Bugis/Makasar dan Gorontalo dan transmigran dari Jawa dan sebagian Nusa
Tenggara adalah penganut.Islam. Sementara penganut Kristen di kalangan Kristen
berasal dari Toraja dan Minahasa, dan dikalangan transmigran dari sebagian Nusa
Tenggara dan Jawa.
1.2
Kronologis Kerusuhan
Pada hari jumat tanggal 25 Desember 1998, pkl. 02.00
Wita : Terjadi penganiayaan di mesjid Darusalam Kel. Sayo terhadap Korban yang
bernama Ridwan Ramboni, umur 23 tahun, agana Islam, suku Bugis palopo,
pekerjaan mahasisiwa, alamat Kel. Sayo, yang dilakukan oleh Roy Runtu
Bisalemba, umur 18 tahun, agama Kristen protestan, suku pamona, pekerjaan,
tidak ada, alamat jl. Tabatoki – sayo. Akibat penganiayaan korban mengalami
luka potong dibagian bahu kanan dan siku kanan,selanjutnya dirawat di RSU Poso.
Pkl. 02.30, Timbul reaksi dari pemuda-pemuda Remaja mesjid terhadap kasus yang
dimaksud dan beredar isu –isu sbb:
- Pelaku penganiayaan (Roy Bisalemba) terpengaruh minuman keras, sehabis minum di toko lima di jalan Samratulangi.
- Anak kandung pemilik toko lima (Akok) WNI keturunan cina di isukan telah melontarkan kata-kata “Umat Islam kalau buka puasa pake RW saja.”
- Imam masjid di Sajo telah dibacok didalam masjid hingga di Opname I Rumah Sakit.
Pkl.14.30 Wita. Sekelompok pemuda/remaja Islam
Masjid Ke Kayamanya berjumlah 50 orang mengendarai truk turun di muka RSU Poso,
menengok Korban Lk.LUKMAN RAMBONI, selanjutnya berjalan menuju took LIMA
dijalan Samratulangi melakukan pelemparan took tersebut dengan batu dan kayu.
Pkl.14.45 Wita, Sasaran pengrusakan diarahkan kerumah tempat tinggal penduduk
milik tersangka (ROY BISALEMBA) dijalan Yos Sudarso Kel. Kasintuwu dan beberapa
rumah keluarga tersangka di jalan Tabatoki Kel.Sayo. Massa merusak bangunan dan
isi perabot rumah tangga dengan batu, kayu, dan senjata tajam. Pkl. 15.15 Wita.
Sekelompok pemuda/remaja berjumlah sekitar 300 orang merusak penginapan dan
diskotik DOLIDI NDAWA di Jln.P.Nias Kel.Kayamanya, menggunakan batu dan kayu.
Pkl. 18.45. Wita .Massa berjumlah 300 orang merusak tempat Billyard dijalan
P.Sumatra Poso. Selanjutnya massa dari ummat Islam kel.Kayamanya bergabung
dengan massa kelurahan Moenko berjumlah sekitar 1000 orang melakukan
pengrusakan losmen/diskotik LASTI dijalan P.Seram Kel.Gebang Rejo, hingga
bangunan rumah dan diskotik serta isi rumah dan beberapa ratus botol minuman
keras dihancurkan.
Pkl. 19.00 Wita, Pasukan PAM PHH memblokade massa
dijembatan penyembrangan kuala Poso yang bermaksud untuk bergabung dengan massa
remaja Islam Masjid kel. Bone Sompe dan Kel.Lawanga . Terjadi sedikit
ketegangan antara aparat dengan massa yang tetap memaksakan kehendaknya
menembus barisan PHH, namun massa dapat dikendalikan. Pkl. 20.20 Wita, Sebagian
massa yang terbendung pasukan PHH kembali menuju kompleks pertokoan dan
tempat-tempat hiburan yang biasanya dijadikan tempat menjual miras dan membawa
prostitusi, selanjutnya massa melakukan pengrusakan dengan cara melempar dengan
batu dan merusak dengan pentungan kayu, pentungan besi dan senjata tajam
/parang :
- Toserba intisari lantai II dilempar hingga etalas toko pecah.
- Toko Hero di Jln.P.Irian dilempar hingga kaca toko pecah.
- Toko Asia di Jln.P.Irian dilempar hingga kaca toko pecah.
- Hotel Kartika dirusak dan kasur busa hotel dibakar di Jalan Raya.
- Hotel Anugrah Inn di rusak meliputi kaca dan isi perabotan Hotel diruang Resepsionis dan ruang penerima tamu hotel.
- Penginapan WatiLembah di jln.P.Batam dilempar hingga kaca bangunan tempat/hotel pecah.
- Rumah makan Arisa di Jln.P.Batam Kel. Moenko dibakar dan seluruh minuman keras dikeluarkan dan dipecahkan di Jalan Raya dan sebagaian lagi dibakar.
http://syahrulhavianto.blogspot.com/2011/04/sara-suku-agama-dan-ras-antar-golongan.html